Tuesday, October 12, 2010

Agar Tidak Tersesat


ANDA TERSESAT..?

Selama dalam pendakian, ada baiknya memperhatikan keadaan alam sekitar yang bisa dijadikan tanda yang tidak mudah dilupakan, seperti tumpukan batu raksasa, pohon besar dan tinggi, pohon tumbang, dan aliran sungai. Tanda-tanda alam tersebut bisa digunakan sebagai rambu pemandu kejalur semula bila kebetulan tersesat. Bila berada pada suatu ketinggian, tiba-tiba mendengar suara musik, suara azan, suara deru motor, atau melihat cahaya lampu yang seolah-olah jaraknya tidak jauh, apalagi pada malam hari, sebenarnya kondisi seperti itu hanya tipuan pada pendengaran dan penglihatan, ketika kondisi fisik sudah melemah dan mental menurun. Oleh karena itu, timbul keinginan untuk secepatnya menuju kearah datangnya suara atau sinar tadi. Tanpa disadari kita sudah keluar dari jalur yang mengakibatkan terjebak pada situasi medan yang menyesatkan. Jangan coba-coba melakukan jalan pintas atau potong kompas kalau tidak tahu tehniknya, apalagi bila tidak membawa peta dan kompas.

Perjalanan yang menyesatkan bisa juga karena mengikuti aliran sungai. Memang betul aliran sungai dari gunung aka mengalir kedataran rendah, mungkin juga melintasi sebuah perkampungan penduduk. Tapi harus diingat bahwa aliran sungai umumnya memiliki jeram atau air terjun yang dapat menyulitakan bahkan menyesatkan.

Bila kita sudah menyadari telah salah jalur atau tersesat, yang pertama harus kita lakukan adalah jangan panik!! lebih baik berhenti dan istirahat dulu (minum air, makan sepotong coklat) Sambil memberi tanda lokasi istirahat dengan tanda yang mencolok/mudah diingat, seperti: mengikat batang/ranting perdu, mematahkan beberapa ranting pohon/perdu, mengikat serumpun alang-alang, dan lakukan pengamatan medan sekitar.

Dari lokasi istirahat yang telah diberi tanda jejak tadi, cobalah berjalan kearah empat penjuru mata angin selama 15-20 menit. Bila belum ditemukan jalur resmi pada satu arah mata aingin setelah berjalan 15-20 menit, berilah tanda jejak pada lokasi tersebut. Kemudian kembali kelokasi semula yang telah diberi tanda jejak (lokasi istirahat). Demikian selanjutnya, pada arah mata angin yang lain bila jalur resmi belum ditemukan. Jarak dan waktu tempuh mencari jalur resmi bisa diperpanjang asalkan tidak lupa memberikan tanda-tanda jejak pada kawasan yang pernah dilewati. Bila tidak cukup waktu atau hari sudah menjelang sore, sebaiknya mulai mendirikan tenda kalau tidak ada dirikanlah shelter alam (bivak), jangan memaksakan diri melakukan pencarian jalur resmi dimalam hari, lebih baik digunakan untuk istirahat dan menambah kalori dengan makan dan minum. Baru keesokan harinya bisa dilanjutkan pencarian jalurnya.

Terkadang ada jalur yang tertutup semak belukar, alang-alang, dan pohon tumbang, karena jarang dilewati pendaki. Bila pencarian jalur resmi dilakukan dengan sabar dan tidak panik, percaya diri serta kal sehat, cepat atau lambat akan dapat ditemukan.

Kalau tersesatsebaiknya kita tenang dan ingat rumus : STOP

S = Stop/Seating:Berhentilah dan beristirahat dengan santai, dan berusahalah untuk tidak panik, segera hilangkan kepanikan (kalau emang sudah panik). Kalo perlu makan coklat dulu biar tenang......

T = Thinking:Berpikir secara jernih (logik) dalam situasi yang sedang dihadapi.

O = Observation:Lakukan pengamatan/observasi medan disekitar kita, kemudian tentukan arah dan tanda-tanda alam yang dapat kita mamfaatkan atau yang harus kita hindari.

P = Planning:Buat rencana dan pikirkan konsekuensinya bila kita sudah memutuskan sesuatu yang akan kita lakukan.

Kode Etik Pencinta Alam


Kode etik pecinta alam Indonesia dicetuskan dalam kegiatan Gladian Nasional Pecinta Alam IV yang dilaksanakan di Pulau Kahyangan dan Tana Toraja pada bulan Januari 1974. Gladian yang diselenggarakan oleh Badan Kerja sama Club Antarmaja pencinta Alam se-Ujung Pandang ini diikuti oleh 44 perhimpunan pecinta alam se Indonesia.

Kode etik pecinta alam Indonesia ini, sampai saat ini masih dipergunakan oleh berbagai perkumpulan pecinta alam di seluruh Indonesia.

Bunyi dari kode etik pecinta alam Indonesia adalah sebagai berikut:

Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

Pecinta Alam Indonesia adalah bagian dari masyarakat
Indonesia sadar akan tanggung jawab kepada Tuhan, bangsa, dan
tanah air

Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam adalah sebagian
dari makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah yang Mahakuasa

Sesuai dengan hakekat di atas, kami dengan kesadaran
menyatakan :

Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa
Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam
sesuai dengan kebutuhannya
Mengabdi kepada bangsa dan tanah air
Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat
sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnya
Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam
sesuai dengan azas pecinta alam
Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan
pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air
Selesai
Disyahkan bersama dalam
Gladian Nasional ke-4
Ujung Pandang, 1974

Saturday, October 9, 2010

Mendaki Gunung

Pecinta Alam memang belum bisa dikatakan sepenuhnya sebagai akar gerakan lingkungan, akan tetapi setidaknya pecinta alam mempunyai sumbangsih dengan caranya sendiri. Seperti kata Soe Hok Gie, “Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai Tanah Air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Karena itulah kami naik gunung.”

Banyak diantara beberapa kalangan menilai, semakin menjamurnya kelompok-kelompok pecinta alam yang ada tidak membuat kerusakan lingkungan menjadi berkurang, malah bertambah akhir-akhir ini. Kegiatan Pecinta Alam tidak lain hanya mendaki gunung, dan merusak hutan.

Pecinta Alam mungkin memang tidak bisa dipisahkan dengan kepetualangan dan mendaki gunung. Akan tetapi pecinta alam mempunyai aturan, pecinta alam mempunyai etika. Justru melalui kelompok-kelompok pecinta alam inilah, para petualang dididik, dan ditempa dan menjadi sadar akan peranan alam dalam menopang kehidupan di bumi ini.

Dengan keberadaan kelompok-kelompok pecinta alam di dunia akademisi, seperti kampus, akan menciptakan sosok-sosok ilmuwan yang sadar akan lingkungan. Mahasiswa tidak hanya pandai berbicara, tidak hanya pandai membaca buku, tidak hanya pandai mengkritik. Melalui Pecinta Alam dan mendaki gunung, mahasiswa diajarkan untuk “membumi” dengan lingkungan dan masyarakat Indonesia. Menjelaskan bahwa mahasiswa tidak hanya hidup di dunia akademisi yang dipenuhi rumus-rumus kimia karbon, atau seabrek jurnal-jurnal ilmiah yang terus menerus diseminarkan. Akan tetapi mahasiswa juga hidup dalam sebuah dunia yang semakin terancam karena global warming dan illegalloging, misalnya.

Selain itu, melalui mendaki gunung, kita dilatih menjadi seorang yang berdisiplin, dan memiliki SDM yang berkualitas. Bagaimana tidak, dalam mendaki gunung kita harus pandai dalam memanajemen logistik yang dibawa. Membawa terlalu banyak perlengkapan akan menyusahkan pendakian, sebaliknya membawa terlalu sedikit, akan membahayakan nyawa kita. Mendaki gunung dapat pula melatih kita untuk tidak mudah putus asa. Beratnya jalur yang selalu menanjak dan barang bawaan di punggung akan terbayarkan dengan indahnya pemandangan di puncak. Mengajarkan kepada kita, setiap perjuangan yang sungguh-sungguh akan melahirkan hasil yang memuaskan. Yang tidak kalah penting, adalah dibekalinya para pecinta alam dengan pengetahuan SAR yang mengajarkan kita untuk saling membantu jika terkena musibah.

Akhirnya, Melalui Pecinta alam, kegiatan mendaki gunung tidak sekedar mendaki, akan tetapi mengajarkan kita untuk berdisiplin diri, menghargai alam, dan teman seperjalanan.

sumber: klik disini